PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemanfaatan Sumber daya hayati perairan saat ini merujuk kepada
sistem pengelolaan akuakultur berkelanjutan yang mencakup beberapa
komoditi dengan sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau
dan air laut. Pemanfaatan pada budidaya air payau saat ini terus
digalakkan dengan komoditi budidaya ikan bandeng. Teknologi yang
diterapkann juga berkembang pesat dari mulai tradisional yang
mengandalkan benih dari alam sampai dari hatchery–hatchery dengan pola
budidaya yang terencana. Potensi sumber daya hayati perikanan budidaya
sesuai data Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan
2010, diketahui bahwa potensi nener atau benih bandeng di Indonesia
cukup melimpah, terutama nener hasil pemijahan alam. Selama ini nener ikan bandeng yang digunakan untuk pembesaran ikan
bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari alam. Sedangkan produksi
nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang
terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam
upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat
penting(Fujiana Nursyamsiah, dkk., 2008). Ketersediaan benih secara berkesinambungan merupakan masalah utama
yang dialami oleh para pembudidaya saat ini. Dengan melihat keadaan yang
ada pada ketersediaan nener dari alam tidak menjamin kebutuhan para
penggelondong maupun kebutuhan pembudidaya di tambak dan Keramba Jaring
Apung, walaupun kualitas nener yang bersumber dari alam masih lebih
unggul bila dibandingkan produksi nener di hatchery tetapi dari segi
kuantitas harus tetap merujuk ke hatchery.
Usaha para pengelola pembenihan bandeng untuk menghasilkan nener yang
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara
melakukan pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan
buatan serta pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan
frekuensi yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mewujudkan anlisa usaha yang menguntungkan dengan
produksi nener yang memiliki kualitas baik dan kuantitas yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut di atas diperlukan suatu bentuk
keterampilan dan etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk
menghasilkan target produksi yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap
kegiatan penting dalam pembenihan ikan bandeng yaitu pengelolaan larva
ikan bandeng. Untuk menghasilkan nener (benih) ikan bandeng yang
berkualitas dan berkuantitas perlu dilakukan manajemen pemberian pakan
alami dan pakan buatan yang tepat dosis, dan manajemen kualitas air
secara kontinyu dan frekuensi yang telah ditetapkan.
2.1. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas wawasan, meningkatkan
keterampilan dan penguasaan metode pengelolaan larva ikan bandeng (Chanos-chanos Forskall).
2.2. Manfaat
Menambah wawasan tentang teknik pengelolaan larva ikan bandeng dari mualai pemeliharaan hingga pemanenan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ikan Bandeng
Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan pemakan tumbuhan (Herbivora),
namun dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap”
yaitu kehidupan komplek yang terdiri dari ganggang kersik
(Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik yang
sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”. Ikan bandeng termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk memanjang, padat, pipih (compress) dan oval. Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forskall
Nama dagang : Milkfish
Nama lokal : Bolu, muloh, ikan agam
Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan
bandeng ini mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan
moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih
gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada
punggungnya (Mudjiman, 1998)
Bandeng banyak dikenal orang sebagai ikan air tawar. Habitat asli
ikan bandeng sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat hidup di air
tawar maupun air payau.
Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai
Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan
pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut
untuk 2 – 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan
kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa
dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).
Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya
meliputi daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah
sampai Taiwan, Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia
penyebaran ikan bandeng meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa,
Madura, Bali, Nusa Tenggara, Aceh, Sumatra Selatan, Lampung, Pantai
Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi dan Irian Jaya.
(Purnomowati, dkk., 2007).
Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat
aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan
atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang
renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan
bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, dkk., 2007).
Selama ini nener ikan bandeng yang digunakan untuk
pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari alam.
Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan
budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha
pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener
tersebut menjadi sangat penting (Fujiana Nursyamsiah, dkk., 2008).
2.1.1. Seleksi Induk
Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam
proses budidaya maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi.
Seleksi ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang
akan digunakan. Oleh karena itu dengan melakukan seleksi ikan yang benar
akan dapat memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan
pemuliaan ikan. Tujuan dari pemuliaan ikan ini adalah menghasilkan benih
yang unggul dimana benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan
hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktivitas (Reza, 2011)
Induk yang unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada keturunannya. Ciri – cirinya
– bentuk normal, perbandingan panjang dan berat ideal.
– ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.
– susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.
– gerakan lincah dan normal.
– umur antara 4 5 tahun.
2.2. Pemeliharaan Ikan Bandeng
2.2.1. Pengelolahan Tanah
Tanah yang baik adalah tanah liat dengan sedikit berpasir. Tanah liat
dan sedikit berpasir dapat menahan air dengan baik karena tidak mudah
merembes ke luar, sehingga tidak banyak terjadi kebocoran kolam. Tanah
tersebut juga subur, sehingga biota-biota air lain yang bermanfaat untuk
makanan ikan dapat tumbuh subur (Mimit et. al., 2006).
Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak
berporus dan tidak mudah longsor. Lebar pematang antara 1 – 2 meter.
Bentuk kolam yang ideal adalah persegi panjang. Air yang masuk kolam
harus jernih dan melewati bak pengendapan (Soeseno, 1983).
a. Pengeringan tanah dasar tambak
Pengeringan tanah dasar tambak yang diperlukan antara lain sebagai berikut :
– Pengeringan selama 7 hari dan jika cuaca kurang baik 14 hari
– Pengeringan tanah tambak dilakukan hingga jika tanah diinjak hanya terbenam
sekitar 1 cm
– Pengeringan sampai 2 lapisan sebelah atas tanah dasar tambak
– Pengeringan sampai tanah dasar tambak retak-retak dan kadar airnya 18 – 20 %
b. Perbaikan kontruksi tambak
Tahap awal dari persiapan tambak adalah perbaikan tata
pertambakan yaitu meliputi perbaikan pematang, perbaikan pintu dan
saringan, pembuatan caren (saluran keliling) dan perbaikan bocoran.
Pemetang petakan yang telah terkikis (longsor atau aerosi) harus
diperbaiki. Bocoran pada pematang akibat kepiting atau hewan lain perlu
ditutup. Pada kaki pematang petakan sebaiknya dibuat ”berm” yang dapat
berfungsu sebagai penahan longsoran tanah dari pematang dan sebagai
tempat untuk memperbaiki bocoran. Keadaan pintu yang sudah atau agak
rusak perlu diperbaiki. Pada bagian pintu arah petakan dipasang saringan
halus (kasa nillon atau yang sejenisnya) yang berfungsi untuk mencegah
masuknnya ikan liar atau udang dipelihara selama pengaturan air
dipetakan tambak.
c. Pengapuran tanah dasar
Pengapuran tanah dasar tambak mempunyai peranan sebagai berikut :
– Menetralisirkan asam bebas yang terdapat di air.
– Menyangga goncangan pH tanah yang mencolok.
– Membantu mengendapkan bahan koloid yang terdapat dalam larutan tanah.
– Mendorong bakteri pemecah bahan-bahan organic untuk bekerja lebih aktif dalam
pelepasan bahan organic.
– Mendorong pertumbuhan spesies pertumbuhan air yang cocok untuk manakan
ikan.
– Membantu pembentukan tulang ikan dan pencegah kelainan tulang.
– Memperbaiki kondisi tanah.
Pengapuran adalah pemberian kapur pada kolam ikan sebagai penambah
kualitas unsur-unsur pembudidayaan ikan yang baik. Dalam hal ini
pengapuran berperan penting dalam peningkatan kualitas tanah, kualitas
pH tanah dan juga bertujuan sebagai pemberantasan hama dan penyakit
(Cahyono, 2000).
Pengapuran pada budidaya bertujuan untuk meningkatkan produksi tanah, terutama pH dan alkalinitasnya (Dewi, 2011).
Dosis kapur yang ditebarkan harus tepat ukurannya, karena jika
berlebihan akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan
kapur dalam kolam akan menyebabkan tanah dasar kolam menjadi masam.
Sebagai acuan dalam memberikan kapur pada kolam budidaya ikan pada tahap
awal, tetapi ada juga paraa petani menggunakan dosis kapur berkisar
antara 100-200g/m2, hal ini dilakukan bergantung pada keasaman tanah kolam (Reza, 2011).
Menurut Dewi (2011), untuk pengapuran tanah dasar kolam dengan menggunakan kapur tohor atau dolomit, dengan dosis 25 kg/m2.
2.2.2. Pemberantasan Hama
Hama tidak hanya menurunkan produksi bandeng tetapi juga
merusak ekologi tambak. Menurut Antoni dan Wibowo (1996) hama
digolongkan menjadi :
– Hama pemangsa, contohnya Ikan kakap, ikan bulan-bulanan, ikan keting, ikan kipper, ikan sembilang, dll.
– Hama penyaing, contohnya ikan belanak, ikan mujair, trisipan.
– Hama perusak, contohnya kepiting dan ular.
Untuk membrantas ikan liar seperti belanak, bronang, mujair, dan
ikan-ikan buas digunakan akar tuba atau jenu yang mengandung rotene.
Takaran pemakaian 4 – 6 kg akar dan setiap 1 Ha tambak. Sedangkan, untuk
membrantas sifut (terutama trisipan) menggunakan brestan dengan takaran
1 kg/Ha
Penyakit yang sering menyerang ikan bandeng yaitu pembusukan ekor/sirip. Vibriosis dan streptoccosis. Obat yang diberikan pada ikan yang terserang penyakit yaitu dengan pemberian antibiotik.
2.2.3. Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk menyuburkan tanah dalam merangsang
pertumbuhan klekap. Pemupukan dilakukan setelah tanah dasar dikeringkan.
Tanah dasar yang telah dikeringkan ditaburi dengan dedak kadar (500
kg/ha) dan bungkil kelapa (500 kg/ha, kemudian diari sekitar 10 cm,
setelah kering baru diberi pupuk kandang atau kompos (100 kg/ha) dan
diairi lagi sedalam 5 – 10 cm kemudian diberi pupuk organic berupa urea
(150 kg/ha) dan TSP ( 75 kg/ha). Setelah tumbuh klekap (sekitar seminggu
sesudahnya) secara berangsur-angsur tinggi air dinaikan dan pada saat
itu bandeng sudah dapat ditebar.
Pemupukan dilanjutkan dapat dilakukan beberapa kali dan
dilakukan setelah melewati 2 bulam pemulihan (atau tergantung dari
kesuburan tambak). Pupuk yang digunakan adalah Urea dan TSP dengan dosis
10 – 25 kg/ha dan 15 kg/ha. Pada saat dilakukan pepupukan susulan
tinngi air tambak tidak boleh lebih dari 1 meter. Setiap kali dilakukan
pemupukan cuaca harus dalam keadaan cerah.
Pemupukan yang dilakukan di kolam bertujuan untuk menghasilkan
pakan alami sebagai persedian makanan bagi ikan. Pupuk merupakan bahan
penting yang diberikan pada media budidaya dengan tujuan memperbaiki
keadaan fisik, biologi, dan kimia media budidaya. Bahan yang diberikan
dapat bermacam-macam, yaitu pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk buatan dan
sebagainya (Zeni, 2011).
Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan
fitoplankton untuk berfotosintesis. Dampak pemupukan dapat dari
perubahan warna kolam atau tambak menjadi hijau atau kecoklatan.
Peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton di air dapat mendorong
pertumbuhan zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan
alami bagi hewan kultur (Effendy, 2004)
Menurut Nirhono (2009) Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari
tingkat kesuburan kolam. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar
kolam adalah 100kg/m2. Pemupukan dapat dilakukan dengan:
a. Ditebarkan keseluruh permukaan dasar kolam ketika kolam dialiri sekitar 10cm atau;
b. Dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus
dan dicelupkan kedalam air kolam didekat pintu masuk agar pupuk larut
secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20kg/1000m2 kolam.
Pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan
alami. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandungan sebesar 2kg/10m2 untuk kolam tembok 30/150 m2 untuk kolam tanah (Nontji, 2005).
2.2.4. Penebaran Benih
Penebaran nener yang baik yaitu dengan langkah awal dalam budidaya
bandeng. Selanjutnya nener akan berkembang dalam setiap petakan pada
tambak yag telah disediakan. Saat yang baik untuk menebarkan nener ialah
pada pagi atau sore hari pada pertengahan musim penghujan. Pada
saat-saat tersebut jumlah air dalam tambak tercukupi sehingga kadar asam
dan gas-gas beracun teroksidasi. Dengan demikian nener tidak mengalami
kematian. Penebaran yang tepat ialah pada pukul 6.00 sampai pukul 7.00
pagi yang mana udara masih segar dan suhu belum naik.
Jumlah benih yang harus ditebarkan tergantung dari kesuburan tambak
dan tingkat pengelolaannya. Namun, bila makanan alami (klekap, lumut,
plankton) cukup tersedia. Maka untuk bandeng dapat dilakukan penebaran
nener dengan padat penbaran 30 – 60 ekor/m2 (ukuran antara 0,005 – 0,007 gram).
Padatnya penebaran harus seimbang dengan persediaan makanan
alami. Apabila merangsang makanan alami seperti klekap dan plankton
lebih pesat dengan pemupukannya. Perhitungan penebaran yang tepat ialah
satu Hektar diisi maksimal 5000 – 7000 ekor/Ha.
Potensi sumber daya hayati perikanan budidaya sesuai data
Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan 2010, diketahui
bahwa potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup melimpah,
terutama nener hasil pemijahan alam, (Kordi dan Ghufron, 2005).
2.2.5. Pemberian Pakan
Tersedianya makanan alami dalam tambak tergantung pada pemupukan
tambak sebelum nener ditebar. Dengan pemupukan, banyak unsure hara yang
terlarut, selain komposisi kimiawi yang ada pada dasar tanah menjadi
lebih baik dalam menyediakan unsur nitrogen, fosfor, kalium, magnesium,
ferum, serta unsur-unsur mikro lainnya.
Ditambak terdapat beberapa jenis pakan alami yang sangat
penting dalam menunjang pertumbuhan bandeng. Jenis tersebut adalah
klekap, lumut, plankton dan organisme dasar (benthos). Namun demikian,
jarang sekali semua jenis tersebut dapat hidup dan tumbuh dalam tepat
dan waktu yang kebersamaan. Hal ini tergantung dari keadaan kulaitas air
dan tanah serta kedalam air tambak.
Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan. Pakan yang baik harus dapat memenuhi
persyaratan, pakan harus bisa dimakan ikan,pakan harus mudah dicerna dan
dapat diserap tubuh ikan. Apabila persyaratan tersebut dipenuhi,
pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan
dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman dan Amri, 2002).
Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian
rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga
emosi, intelektual dan tingkah laku ikan (Mimit et. al., 2006).
2.2.6. Pengelolahan Tambak
Kualitas air yang telah sesuai dengan kebutuhan ikan
harus tetap dipertahankan. Bila terjadi perubahan mendadak, secepatnya
diupayakan pemulihan agar ikan tidak stress atau mati. Perhatian serius
kearah ini akan menbuahkan hasil yang memuaskan Karena kualitas sangat
erat hubungannya dengan menumbuhkan makanan alami.
Air merupakan media paling penting dalam budidaya ikan. Kualitas
air juga membutuhkan perhatian yang lebih serius agar dapat memenuhi
syarat untuk mencapai kondisi air yang optimal sebagai salah satu kunci
keberhasilan budidaya ikan. Manajemen kualitas air adalah suatu usaha
untuk menjaga kondisi air tetap dalam kondisi baik untuk budidaya ikan
dengan memperhatikan fisika, kimia, dan biologinya (Amri, 2003).
Sifat fisika kualitas air adalah suhu, cahaya, kecerahan, warna air,
kekeruhan serta padatan tersuspensi. Sedangkan untuk sifat kimianya
yaitu pH, oksigen terlarut, amonia, CO2 dan nitrogen (Cahyono, 2000).
2.3. Teknik Pemijahan
Pemijahan adalah pencampuran induk jantan dan berina yang
telah matang sel sperma dan sel telurnya agar terjadi pengeluaran
(ejakulasi) kedua sel tersebut. Setelah berada di air, sel sperma akan
membuahi sel telur karena sistem pembuahan ikan terjadi diluar tubuh.
Pemijahan dilakukan pada kolam khusus pemijahan.
Induk yang telah matang gonad di pelihara dalam bak berbentuk bulat
dengan kisaran volume 30 ton dengan kedalaman 2,5 meter dan bak
sebaiknya ditutupi dengan jaring dan dihindarkan dari cahaya malam hari
untuk mencegah induk keluar dari tangki. Bandeng memijah dengan
pemijahan alami biasanya berlangsung pada malam hari, dimana induk
jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga
pembuahan terjadi secara eksternal, telur yang telah terbuahi mengapung
di permukaan. Macam pemijahan, yakni :
1) Pemijahan Alami.
a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter
berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai
dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d.Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma
dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara
eksternal
2) Pemijahan Buatan
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon
berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang
gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung
dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi
biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masingmasing
100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih
dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga
dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis
5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat
dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari
kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar
tangki.
Kriteria induk yang siap untuk dipijahkan antara laian
yaitu untuk induk betina mempunyai diameter telur 750 um, sedangkan
untuk induk jantan mengandung sperma tingkat III yaitu pada saat
stripping sperma cukup banyak. Dengan ciri-ciri bewarna putih susu dan
kental. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari ukuran induknya.
Semakin besar induk maka semakin besar juga jumlah telur yang
dihasilkan. Telur yang sudah dibuahi akan berwarna transparan dan
mengapung, sedangkan telur yang kurang baik menendap didasar bak dan
berwarna putih keruh. Untuk menjaga kualitas telur, telur yang diperoleh
diinkubasi dan diberi aerasi yang cukup sampai pada tingkat embrio.
Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi menggunakan larutan formalin
selama 10 -15 menit untuk mencegah serangan pathogen (Taufik, 1998).
2.4. Penetasan Telur
Telur bandeng yang dibuahi berwarna transparant, mengapung pada
permukaan, sedangkan yang tidak terbuahi akan tenggelam dan berwarna
putih keruh. Untuk mempermudah dalam hal pengumpulan terus, bak
pemijahan dirancang dengan sistem pembuangan air permukaan. Selama ini
inkubasi telur harus diaerasi dengan cukup sehingga terlur mencapai
tingkat embrio dan sebelum di pindahkan, aerasi dihentikan.
Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi dalam larutan formain
selama 10 – 15 menit untuk mencegah pertumbuhan bakteri atau parasit
(Taufik, 1998).
2.5. Pemeliharaan Larva dan Benih
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C
salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak
kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi
dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm (Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, 2010).
Larva umur 0-2 hari kebutuhan makanannya masih dipenuhi oleh kuning
telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua setelah ditetaskan diberi
pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung
21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Pada hari ke nol
telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas
perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air
stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat
secara bertahap sampai 100% menjelang panen (Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, 2010).
Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke
3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan
yang diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan
pada kisaran optimal (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm
dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat
penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
1 Persiapan Bak
Bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari segala
kotoran dan terbebas dari mikroorganisme pathogen. Untuk menciptakan
kondisi tersebut , maka pertama-tama bak isiram dengan kaporit dengan
dosis 5-10 ppm dan di endapkan selama 1 hari setelah itu baru disiram
dengan air tawar sampai bak bersih dari kaporit.
2. Pengisian Air
Pengisian air media pemeliharaan di lakukan apabila pencucian bak
selesai atau pengisian air media merupakan kegiatan terakhir dalam
persiapan bak. Air yang digunakan adalahh air laut yang telah melalui
saringan filter bag. Ketinggian air media pemeliharaan sampai 7 ton.
3. Penebaran Telur
sebelum telur ditebarkan terlebih dahulu diberikan elbosin kedalam bak. Setelah itu baru ditebar secara berlahan-lahan.
4. Pemberian Pakan
Ketersediaan pakan sangat menentukan dalam keberhasilan pemeliharaan
larva ikan bandeng. Pemberian makanan pada pada larva ikan bandeng harus
sesuai dengan bukaan mulut larva. Jadi beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemberian pakan pada larva ikan bandeng antara lain
jenis makanan, jumlah pakan, waktu dan frekuensi serta cara pemberian
pakan. apabila bukaan mulut larva kurang sempurna dan tidak ada
kesesuian dalam menangkap makanan alami maka larva akan banyak mengalami
stress dan pada akhirnya mati.
Lebar bukaan mulut larva ikan bandeng 225 mikon dan panjang rahang
200 mikron. Makanan yang cocok untuk bagi larva ikan bandeng yang sesuai
dengan bukaan mulutnya yaitu Rotifer (Brachionus plicatillis), yang ukurannya kurang dari 200 mikron. Selain itu jenis makanan yang lain yang diberikan adalah Chlorella sp. selain berfungsi sebagai bahan makanan alami bagi larva bandeng juga berfungsi sebagai makanan Rotifer.
Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari, dimana
pada saat itu cadangan makanan (yolk egg) sudah habis diserap. Pada masa
itu merupakan masa kritis bagi larva karena organ pencernaannya mulai
dalam tahap penyempurnaan. Menurut (Anindistuti dkk 1995), bekal kuning
telur pada larva bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak lebih
dari tiga hari, setelah itu larva harus aktif mengambil makanan dari
sekitar lingkungannya.
Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai diberikan pakan alami berupa Chlorella sp. dan Rotifera. Pemberian Chlorella sp. berfungsi sebagai peneduh pada media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang masuk. Dalam hal ini Chorella sp. akan mengurangi intensitas cahaya matahari dan juga berfungsi sebagai makanan bagi Rotifera. Pemberian pakan alami pada larva bandeng dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari setelah pemanenan Rotifer.
5. Pengelolaan Air
Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat
menentukan dalam kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas
air, makanan, dan keadaan biologis ikan bersangkutan. Beberapa faktor
kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan bandeng yaitu faktor
kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang
menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman,
suhu, kandungan nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air
(salinitas).
Pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menjaga kualitas air media
pemeliharaan agar tetap optimal untuk pemeliharaan larva ikan bandeng.
Adapun pengelolaan kualitas air yang dilakukan yaitu dengan cara
penyiponan, pergantian air, dan sirkulasi air.
Penyiponan dilakukan selama pemeliharaan larva bandeng yaitu sebanyak
3 kali. penyiponan pertama dilakukan pada saat larva berumur 2 hari
setelah menetas. penyiponan ini perlu dilakukan pada bagian dasar bak
agar cangkang-cangkang telur akibat proses penetasan dan telur-telur
yang tidak menetas dapat dikeluarkan. Karena bila tidak disipon akan
membusuk dan menjadi amoniak dan akan menjadi racun bagi larva.
Penyiponan kedua dilakukan pada saat larva berumr 10 hari. Penyiponan
ini dilakuan supaya kotoran yang berupa sisa pakan, feses larva, dan
larva yang mati berada di dasar bak dikeluarkan. Penyiponan ketiga
dilakukan pada saat larva berumur 18 hari menjelang panen. Penyiponan
ini dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lumut yang menempel di
dasar bak, penyiponan ini sangat perlu dilakukan karena jika tidak
disipon larva akan tersangkut dilumut pada saat panen nener dilakukan.
Selain penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air perlu dilakukan
pada saat pemeliharaan larva supaya kualitas air media pemeliharaan
larva tetap bagus. Pergantian air mulai dilakukan pada saat larva
berumur 10 hari dengan cara mengeluarkan air sebanyak 10 % dari volume
awal dan ini dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat
sampai dengan panen. Pergantian air ini bertujuan agar air sebagai
media pemeliharaan tetap dalam kondisi yang optimal bagi larva bandeng.
Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk
kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai 31 °C.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Kordi (2005) bahwa suhu optimal
untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32°C.
Menrut Zakaria (2010), kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm.
Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat tumbuh
optimal pada pH 6.5 sampai 9. Sedangkan salinitas yang diperoleh yaitu
berkisar antara 31 sampai 32 ppt. Kisaran ini masih sesuai untuk
pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Anonim, (2010) salinitas yang
sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt.
6. Panen Larva
Pemanenan adalah suatu unit kegiatan akhir dalam pembenihan ikan
bandeng. Panen larva ikan bandeng dilakukan dengan cara pemanenan total
kemudian dilakukan pemeliharaan selanjutnya di bak sortiran selama 3
sampai 5 hari. Pemanenan larva dimulai dengan menurunkan volume air
sebanyak 80%, kemudian kelambu panen dipasang pada ujung pipa
pengeluaran air bak larva. Jika nener sudah terlihat banyak yang
tertampung di dalam kelambu panen segera diseser dan dipindahkan ke bak
sortiran untuk disortir dan dipelihara.
Waktu pemanenan larva dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan
pada saat larva berumur 17 hari (D17) sampai larva berumur 20 hari (D20)
atau ketika benih telah mencapai ukuran 12 mm dengan berat 0,006 gram
dan saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
Menurut Anonim (2010), nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya
berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara
sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng
dewasa.
(Ghufron dan Kordi, 2005), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan
hidup larva ikan bandeng selama 20 sampai 25 hari yaitu berkisar 65%
sampai 80%. Tingginya tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng
diakibatkan oleh pengelolaan air media pemeliharaan yang terkontrol
serta jumlah dan jenis pakan yang diberikan pada larva yang sudah tepat
sesuai dengan kebutuhannya.
2.6. Pendederan
Pendederan nener dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol,
maupun hapa yang ditancapkan di tambak. Pendederan umumnya berlangsung
selama 80 hari. Pendederan bertujuan untuk mendapatkan gelondongan
bandeng berukuran 75—100 g/ekor. Selama tahap pendederan pertambahan
bobot ikan per hari berkisar 40-50 mg.
Menurut Murtidjo, (2002) telur yang dibuahi kemudian dipanen dan
diinkubasi dan diaerasi hingga telur pada tingkat embrio, selain itu
pada pukul 17.00 suhu di dalam air rendah yaitu 280C.
2.7. Pemanenan
Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan berat awal atau berat
saat penebaran benih pertama dengan berat 40 gram dengan lama
pemeliharaan 4 – 6 bulan akan mengalami peningkatan berat tubuh sebesar
250 gram.
Pemanenan dapat di lakukan maksimal setelah benih berumur
25 hari.Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300-500
g/ekor) dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan dari gelondongan. Sementara
itu, bandeng super dapat dipanen setelah berukuran 800 g/ekor dengan
masa pemeliharaannya selama 120 dari gelondongan ukuran 100-150 g/ekor.
Tingkat produktivitas bandeng dalam KJA ditentukan oleh faktor laju
pertumbuhan, sintasan, kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan
budi daya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan
menggunakan seser (Murtidjo, 2002).
Air bak pemeliharaan larva diturunkan airnya sebanyak
80% atau sebanyak 5 ton. Kelambu panen size 50 dipasang di ujung saluran
pipa pengeluran bak pemeliharaan larva. Penutup pipa pengeluaran dibuka
pelan-pelan supaya nenernya keluar sedikit demi sedikit. Nener yang
berada di kelambu panen diseser menggunakan gayung dan dimasukkan ke
dalam ember. Nener yang sudah dipanen dipindahkan ke bak sortiran untuk
disortir dan dipelihara selama 3-5 hari baru panen untuk dipacking.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat, yakni kepadatan telur yang ditebar pada bak
penetasan atau pemeliharaan larva yaitu sekitar 12 sampai 20 butir/liter
air. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal
bagi pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu dengan cara penyiponan,
pergantian air, dan sirkulasi air. Faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemberian pakan pada larva ikan bandeng antara lain jenis makanan,
kandungan gizi, jumlah pakan, waktu dan frekuensi serta cara pemberian
pakan. Dan pertumbuhan rata-rata panjang larva ikan bandeng yang
didapatkan yaitu rata-rata 5,0 sampai dengan 16,2 mm dari umur 1 sampai
25 hari.
3.2. Saran
Menurut pendapat saya, pemeliharaan ikan bandeng dilakukan dengan teknik ataupun tahapan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anindiastuti, 1995. Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskall). Balai Budidaya Air Payau, Jepara.
Anonim, 2010. Derektorat Jendral Perikanan Budidaya. 2010. Budidaya Bandeng. Jakarta.
Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi. UNHAS. Makassar.
Ayusta, I.M.P, 1991. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Terhadap
Kelangsungan Hidup Larva Bandeng. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Warmadewa, Denpasar. 12 Hal.
Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002.Pakan IKAN dan Perkembangannya. Jakarta: Kanisius.
Anonym, 2010.http/: Usaha budidaya ikan bandeng.
Arisman, 1986 Pembenihan & Pembesaran Bandeng Secara Intensif (ed. Revisi).AgroMedia.Jakarta
Cholik, 1990. Penetasan Telur dan Perawatan Larva Bandeng di Pembenihan.
Effendi, I., 1978. Biologi Perikanan (Bag. I Study Natural History). Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 105 hal.
Fujaya. Y, 2008. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.
PenerbitRineka cipta. Jakarta
Ghufron. M, 2001. . Pembesaran Ikan
Bandeng di Keramba Jaring Apung. Kanisius.Yogyakarta
Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta. Jakarta.
Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta
Nontji, A, 1988. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan,
Jakarta.
Romimohtarto. K dan Juwana.s, 1998. Plankton Larva dan Hewan
Laut. Penerbitpusat penelitian dan pengembangan oseanologi LIPI-jakarta
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.
Rinrin Sriyani, 1993. Perkembangan dan Kelangsungan Hidup Embrio dan Larva Bandeng (Chanos-chanos Forsk). Skripsi. Program Studi Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Rumiyati, S. 2012. Budidaya Bandeng Super. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Taufik. A, 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Seri PengembanganHasil Penelitian Perikanan. Jakarta
Willyarta Yudisti, 2010. Teknik budidaya Chlorella sp. dan Beberapa
Pemanfaatannya dalam Kehidupan Sehari-hari. Program Studi Teknologi
Akuakultur Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta.
Zakaria. 2010. Petunjuk Teknik Budidaya Ikan Bandeng.
Belum ada tanggapan untuk "PEMBENIHAN IKAN BANDENG"
Posting Komentar